Friday 25 November 2011

1. Apa yang anda ketahui tentang blog khususnys Blogger dan apa manfaat dan fungsinya? (skor=20)
2. Jelaskan tentang a. Readmore,b. HTML c. Adsense d. http://. e. www (skor =10)
3. Jelaskan mengenai tentang Virus Komputer dan Model Penyebarannya? (skor=15)
4. Dalam dunia pendidikan system komputerisasi memiliki peran yang sangat penting, jelaskan dan berikan contoh aplikasi dalam dunia pendidikan. (skor=25)
5. Jelaskan tentang Marquee dan berikan 2 contoh format HTML untuk marquee! (skor=15)
6. Jelaskan tentang HTML berikut :
No. Uraian
6a 1.
2.
3. Sedang Belajar
4.
5.
6.
7. aku belajar html nih ..
8.
9.
10.
6b 1.
2.
3. Belajar Membuat Paragraf
4.
5.
6.
7.
8. "Hari Sabtu lalu aku dan sekeluarga pergi ke Pantai Anyer.
9. Kami pergi kesana karena diajak oleh Ayah untuk melepas penat.
10. Kami berangkat dari rumah pukul 6 pagi menggunakan mobil dan sampai
11. disana pukul 11 siang.
12.
13.
14. Sesampainya disana kami langsung mencari restoran karena kami semua
15. sangat lapar. Kamipun makan dan setelah makan, kami menuju hotel yang
16. telah dipesan Ayah. Setelah beristirahat sebentar kami semua langsung
17. menuju pantai untuk bermain-main. Kami bermain lempar tangkap bola dan
18. bermain kejar-kejaran. Suasananya seru sekali tak terasa waktu sudah
19. menunjukkan pukul 5.00 sore. Kami pun pulang ke hotel dan mandi. Pada
20. pukul 6.00 kami kembali ke pantai lagi untuk menyaksikan matahari
21. terbenam sambil memakan snack yang kami bawa dari rumah. Kami menginap
22. semalam di hotel dan pulang keesokan harinya."
23.
24.
25.
26.


(skor=15)
1. Apa yang anda ketahui tentang blog khususnys Blogger dan apa manfaat dan fungsinya? (skor=20)
2. Jelaskan tentang a. Readmore,b. HTML c. Adsense d. http://. e. www (skor =10)
3. Jelaskan mengenai tentang Virus Komputer dan Model Penyebarannya? (skor=15)

Tugas TTS P.Ridwan

Friday 18 November 2011

Filosofi Kepandaian

Suatu ketika, saya mendapatkan sebuah inspirasi dari widyaiswara sit-in pada Kajian Paradigma. Beliau memberi nasihat yang bersumber dari filosofi orang Jawa sebagai berikut:

Yen kenceng aja nglancangi …
Yen landhep aja natoni …
Yen pinter aja ngguroni …

<span class="fullUngkapan berbahasa Jawa diatas kurang lebih artinya adalah: jika kita bisa berlari kencang, hendaknya tidak meninggalkan teman/orang lain; jika kita memiliki kemampuan berpikir dan berbicara secara kritis, hendaknya tidak menimbulkan perasaan sakit hati atau ketersinggungan; dan jika kita pandai, usahakan agar jangan meremehkan orang lain dan merasa diri kita paling hebat atau paling pintar. Sebab, pada dasarnya tidak ada seorangpun yang suka dilangkahi, dilukai, dan dibodohi.

Kalau kita perhatikan, esensi diklat adalah menghasilkan alumni yang dapat bekerja dan mengambil keputusan secara cepat namun akurat (kenceng), yang mampu berpikir jernih dan mampu memberikan solusi fundamental terhadap masalah yang dihadapi (landhep), serta yang memiliki kemampuan intelektual dan daya nalar yang tangguh (pinter). Justru patut dipertanyakan jika seseorang yang sudah lulus diklat masih saja ragu-ragu dalam menghadapi dinamika organisasi, atau tidak mampu mengayomi dan mengakomodir perbedaan pendapat dan aspirasi anak buahnya, serta tidak memiliki konsep untuk kemajuan dan masa depan organisasi.

Jika diperhatikan lebih jauh, kompetensi kenceng, landhep, dan pinter adalah kompetensi pada domein kecerdasan intelektual (intellectual quotient) belaka. Jelas ketiga kompetensi ini menjadi target penting dari penyelenggaraan diklat. Namun dibelakang ketiga kata tersebut terdapat kata aja, yang berarti jangan. “Jangan” adalah sebuah sinyal filsafati yang berfungsi sebagai alat kendali agar seseorang tidak terjerumus oleh kelebihannya sendiri. Banyak kasus dimana orang pandai justru gagal karena kepandaiannya, orang cantik/ganteng yang terhina karena kecantikan/ kegantengannya, atau orang kuat yang menjadi lemah oleh kekuatannya sendiri. Selain ketiga ungkapan diatas, masih ada ungkapan-ungkapan Jawa lainnya yang menggunakan kata aja dengan fungsi yang mirip. Beberapa diantaranya adalah aja dumeh, aja nggege mangsa, ngono ya ngono ning aja ngono, dan sebagainya.

Oleh karena itu, kata aja lebih mengedepankan kecerdasan emosional (emotional quotient), yang sekaligus menjadi penyeimbang terhadap kecerdasan intelektual. Artinya, kecerdasan intelektual semata tidak ada maknanya tanpa kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual akan bermakna ganda saat dilandasi oleh kecerdasan emosional. Dengan fondasi kecerdasan emosional ini, maka ketajaman tidak akan melukai, kepandaian tidak menjadikan orang minder, kecepatan tidak akan mengabaikan atau meninggalkan orang lain, kekuasaan tidak akan men-dzalimi sesama, dan kekuatan tidak akan merusak lingkungan sekitarnya.

Dalam konteks inilah, diklat aparatur mendapat tantangan berat untuk tidak sekedar menghasilkan manusia-manusia pintar, kreatif, cekatan, atau tajam dalam berargumentasi, melainkan juga harus mampu membentuk insan-insan yang santun, menghormati dan berempati kepada orang lain, mementingkan keharmonisan dan keseimbangan dalam kelompok, serta ringan tangan dalam memberdayakan rekan-rekannya.

Saya sendiri belum tahu strategi diklat seperti apa yang efektif untuk membangun kompetensi emosional tersebut. Tentu saja, metode ceramah dan diskusi tentang change management, mindset and culture-set, building shared-vision and team-learning, dan sebagainya masih tetap relevan, meski lebih banyak mengasah otak kiri. Secara simultan, metode tadi perlu diimbangi dengan kerja kelompok dan teknik-teknik alternatif lainnya seperti praktek pelayanan, pembimbingan, pembiasaan bahasa tubuh dalam interaksi sehari-hari, dan sebagainya.

Singkatnya, saya – dan mungkin banyak orang yang lain – mendambakan sebuah sistem diklat yang mampu melahirkan sosok-sosok yang pinter otaknya sekaligus baik perilaku dan hatinya, sebuah perpaduan yang begitu ideal bagi jajaran abdi negara dan abdi masyarakat!
pada Kajian Paradigma. Beliau memberi nasihat yang bersumber dari filosofi orang Jawa sebagai berikut:

Yen kenceng aja nglancangi …
Yen landhep aja natoni …
Yen pinter aja ngguroni …

Ungkapan berbahasa Jawa diatas kurang lebih artinya adalah: jika kita bisa berlari kencang, hendaknya tidak meninggalkan teman/orang lain; jika kita memiliki kemampuan berpikir dan berbicara secara kritis, hendaknya tidak menimbulkan perasaan sakit hati atau ketersinggungan; dan jika kita pandai, usahakan agar jangan meremehkan orang lain dan merasa diri kita paling hebat atau paling pintar. Sebab, pada dasarnya tidak ada seorangpun yang suka dilangkahi, dilukai, dan dibodohi.

Kalau kita perhatikan, esensi diklat adalah menghasilkan alumni yang dapat bekerja dan mengambil keputusan secara cepat namun akurat (kenceng), yang mampu berpikir jernih dan mampu memberikan solusi fundamental terhadap masalah yang dihadapi (landhep), serta yang memiliki kemampuan intelektual dan daya nalar yang tangguh (pinter). Justru patut dipertanyakan jika seseorang yang sudah lulus diklat masih saja ragu-ragu dalam menghadapi dinamika organisasi, atau tidak mampu mengayomi dan mengakomodir perbedaan pendapat dan aspirasi anak buahnya, serta tidak memiliki konsep untuk kemajuan dan masa depan organisasi.

Jika diperhatikan lebih jauh, kompetensi kenceng, landhep, dan pinter adalah kompetensi pada domein kecerdasan intelektual (intellectual quotient) belaka. Jelas ketiga kompetensi ini menjadi target penting dari penyelenggaraan diklat. Namun dibelakang ketiga kata tersebut terdapat kata aja, yang berarti jangan. “Jangan” adalah sebuah sinyal filsafati yang berfungsi sebagai alat kendali agar seseorang tidak terjerumus oleh kelebihannya sendiri. Banyak kasus dimana orang pandai justru gagal karena kepandaiannya, orang cantik/ganteng yang terhina karena kecantikan/ kegantengannya, atau orang kuat yang menjadi lemah oleh kekuatannya sendiri. Selain ketiga ungkapan diatas, masih ada ungkapan-ungkapan Jawa lainnya yang menggunakan kata aja dengan fungsi yang mirip. Beberapa diantaranya adalah aja dumeh, aja nggege mangsa, ngono ya ngono ning aja ngono, dan sebagainya.

Oleh karena itu, kata aja lebih mengedepankan kecerdasan emosional (emotional quotient), yang sekaligus menjadi penyeimbang terhadap kecerdasan intelektual. Artinya, kecerdasan intelektual semata tidak ada maknanya tanpa kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual akan bermakna ganda saat dilandasi oleh kecerdasan emosional. Dengan fondasi kecerdasan emosional ini, maka ketajaman tidak akan melukai, kepandaian tidak menjadikan orang minder, kecepatan tidak akan mengabaikan atau meninggalkan orang lain, kekuasaan tidak akan men-dzalimi sesama, dan kekuatan tidak akan merusak lingkungan sekitarnya.

Dalam konteks inilah, diklat aparatur mendapat tantangan berat untuk tidak sekedar menghasilkan manusia-manusia pintar, kreatif, cekatan, atau tajam dalam berargumentasi, melainkan juga harus mampu membentuk insan-insan yang santun, menghormati dan berempati kepada orang lain, mementingkan keharmonisan dan keseimbangan dalam kelompok, serta ringan tangan dalam memberdayakan rekan-rekannya.

Saya sendiri belum tahu strategi diklat seperti apa yang efektif untuk membangun kompetensi emosional tersebut. Tentu saja, metode ceramah dan diskusi tentang change management, mindset and culture-set, building shared-vision and team-learning, dan sebagainya masih tetap relevan, meski lebih banyak mengasah otak kiri. Secara simultan, metode tadi perlu diimbangi dengan kerja kelompok dan teknik-teknik alternatif lainnya seperti praktek pelayanan, pembimbingan, pembiasaan bahasa tubuh dalam interaksi sehari-hari, dan sebagainya.

Singkatnya, saya – dan mungkin banyak orang yang lain – mendambakan sebuah sistem diklat yang mampu melahirkan sosok-sosok yang pinter otaknya sekaligus baik perilaku dan hatinya, sebuah perpaduan yang begitu ideal bagi jajaran abdi negara dan abdi masyarakat!

Puisi Romantis nan Tegar

Kata orang ,itu harus dibuktikan ..
biar terasa indahncinta ya..
kata orang cinta itu Ego ..
hanya mau menang sendiri ..
Dan...
Kata orangcinta itu kebahagiaan
yang tak pernah melewati masa2 sulit
but for me...
Idon't care with argument's person
Bagi q ..
Cinta itu teka-tekiyang sulit di buktikan mata..
Cinta itu bukan Ego
Melainkan kesabaran menantimu ..
DAn... cinta itu hal yang menyedihkan
Jikalau..
q tak bisa bersatu dengan mu

cara membuat G_mail

ada banyak orang yang mengabaikan kegunaan dan manfa'at email dari google yang biasa di sebut G-mail.
padahal banyak dosen yang menyarankan kita untuk membuat tugas yang dikirim melalui email, bahkan banyak program n software yang regrestrsinya harus menggunakan email ,seperti halnya buat akun fb, blog, twitter dll.
berikut cara praktis membuat gmail ,al :
1. buka google ,
2. tulis ato ketik "email" ,
3. klik enter /pencarian ,
4. setelah beberapa saat muncul hasilnya ,klik "Gmail; email dari google" ,
5. tuggu , dan klik buat akun ..

beres dech ....? siiiiipppp kan .....?
selamat mencoba ...!!!

cara membuat G_mail

ada banyak orang yang mengabaikan kegunaan dan manfa'at email dari google yang biasa di sebut G-mail.
padahal banyak dosen yang menyarankan kita untuk membuat tugas yang dikirim melalui email, bahkan banyak program n software yang regrestrsinya harus menggunakan email ,seperti halnya buat akun fb, blog, twitter dll.
berikut cara praktis membuat gmail ,al :
ada banyak orang yang mengabaikan kegunaan dan manfa'at email dari google yang biasa di sebut G-mail. padahal banyak dosen yang menyarankan kita untuk membuat tugas yang dikirim melalui email, bahkan banyak program n software yang regrestrsinya harus menggunakan email ,seperti halnya buat akun fb, blog, twitter dll. berikut cara praktis membuat gmail ,al

Thursday 17 November 2011

karya Harun Yahya yang telah diterbitkan di berbagai media cetak di Turki dan di banyak negara di dunia. Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Nabi Muhammad SAW Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia. Nabi Muhammad SAW Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. Khalifah ‘Umar Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan. Ibnu Mas’ud Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak. Khalifah ‘Ali Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk. Imam An Nawawi Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. Khalifah ‘Umar Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya. Johann Wolfgang von Goethe Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Johann Wolfgang von Goethe Kearifan ditemukan hanya dalam kebenaran. Johann Wolfgang von Goethe Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang. Einstein Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat diraih dengan pengertian. Einstein Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya; hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang. Einstein Dua hal yang membangkitkan ketakjuban saya – langit bertaburkan bintang di atas dan alam semesta yang penuh hikmah di dalamnya. Einstein Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati.” Einstein Sungguh sedikit mereka yang melihat dengan mata mereka sendiri dan merasakan dengan hati mereka sendiri. Einstein Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. Einstein Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung. Einstein

Perkembangan Pendidikan Indonesia

Paradigma Pendidikan Nasional di Indonesia Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus. Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek. ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang ketentuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat 10 bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang lainnya. Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kacaunya kurikulum ini tentu saja berawal dari asasnya yang sekular, yang kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses penguasaan tsaqâfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam. Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqâfah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja 'buta agama' dan rapuh kepribadiannya? Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai tsaqâfah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik. Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, Depag), tidak mampu terjun di sektor modern. Sistem pendidikan yang material-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Dalam sistem sekular, aturan-aturan, pandangan, dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,- Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya. Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit. Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005). Dari APBN 2005 hanya 5.82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin. Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi. Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi badan hukum milik negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk 'cuci tangan'. Kualitas SDM yang Dihasilkan Rendah Akibat paradigma pendidikan nasional yang materialistik-sekularistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Maraknya tawuran antar remaja di berbagai kota ditambah dengan sejumlah perliku mereka yang sudah tergolong kriminal, meningkatanya penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan bebas adalah bukti bahwa pendidikan tidak berhasil membentuk anak didik yang memiliki kepribadian Islam. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan negara lain. Bersama dengan sejumlah negara ASEAN, kecuali Singapura dan Brunei Darussalam, Indonesia masuk dalam kategori negara yang Indeks Pembangunan Manusia (IPM)-nya di tingkat medium. Jika dilihat dari indikator indeks pendidikan, Indonesia berada di atas Myanmar, Kamboja, dan Laos atau ada di peringkat 6 negara ASEAN. Bahkan indeks pendidikan Vietnam yang pendapatan perkapitanya lebih rendah dari Indonesia adalah lebih baik. Jika dibandingkan dengan India, sebuah negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Berbekal penguasaannya di dalam teknologi, khususnya teknologi informasi, negeri dengan jumlah penduduk lebih dari 1 miliar itu mempunyai target menjadi negara maju dan satu dari lima penguasa dunia pada tahun 2020. Mimpi ini tak muluk-muluk jika kita menengok kekuatan pendidikannya. Meski negara ini masih bergulat dengan persoalan buta huruf dan pemerataan pendidikan dasar, India punya sederet perguruan tinggi yang benar-benar menjadi pusat unggulan dengan reputasi internasional. Digerakkan oleh keberadaan pusat-pusat unggulan itu, kini pemerintah India lebih serius membenahi pendidikan masyarakat bawah. Prestasi India dalam teknologi dan pendidikan sangat menakjubkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar kerja Internasional. Bahkan di AS, kaum profesional asal India memberi warna tersendiri bagi negara adikuasa itu. Sekitar 30 persen dokter di AS merupakan warga keturunan India. Tidak kurang dari 250 warga India mengisi 10 sekolah bisnis paling top di AS. Sekitar 40 persen pekerja microsoft berasal dari India. (Kompas, 4/9/2004). Berdasarkan peringkat universitas terbaik di Asia versi majalah Asiaweek 2000, tidak satu pun perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 20 terbaik. UI berada di peringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin. UGM diperingkat 68, UNDIP diperingkat 77, UNAIR diperingkat 75; sedangkan ITB diperingkat 21 untuk universitas sains dan teknologi, kalah dibandingkan dengan Universitas Nasional Sains dan Teknologi Pakistan. Walaupun angka partisipasi murni SD di Indonesia dalam kurun 20 tahun meningkat dari 40 menjadi 100 persen, kualitasnya sulit dibanggakan. Kini puluhan ribu anak SD harus belajar di sekolah bobrok. Ironinya, sampai saat ini belum terjawab, bagaimana Pemerintah menangani persoalan yang sangat kasatmata itu; sementara masih banyak anak usia SD yang putus sekolah atau malah belum terjangkau sama sekali oleh pelayanan pendidikan. Wajib belajar 9 tahun secara kuantitatif pun sulit bisa dituntaskan pada tahun 2008. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu: • Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik. • Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan. Berbicara tentang pendidikan di Indonesia seolah tidak mengenal kata selesai. Disebabkan oleh Pertama, pesimisnya masyarakat atas kebijakan pemerintah. Kedua, terlalu bersemangatnya pemerintah untuk mengikuti cepatnya perkembangan pendidikan di belahan lain dunia ini. Bisa jadi pemerintah iri dengan gemerlapnya sistem pendidikan di negeri-negeri lain. Semestinya kita bisa belajar banyak dari sejarah. Dulu, negeri ini dikenal produsen guru terbaik. Hingga pihak negeri tetangga kita, macam Malaysia, merasa perlu mengimpor tenaga pendidik dari bumi Khatulistiwa ini.Akan tetapi, semua seolah tak lebih dari kenangan manis. Hasil survei terbaru, tahun 2005, menyebutkan Indonesia menduduki ranking 112. Jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh. Hal itu menunjukkan kenyataan yang membuat kita mengelus dada. Kondisi Human Development Index (HDI) eran kaitannya dengan kualitas SDM yang ada. Polemik pendidikan di Indonesia selama ini berkutat pada persoalan dana, pengadaan infrastruktur, dan kurikulum bongkar pasang. Seharusnya perdebatan itu tak perlu dilakukan. Sebabnya sederhana saja, bahwa pengadaan ketiga hal itu mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah. Tentu jika memang membutuhkan masukan dari pihak lain, misalnya pengusaha, pakar pendidikan, atau perwakilan masyarakat, hal itu sangat dimungkinkan. Hal lain yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah kondisi generasi muda sekarang. Survei dari lembaga survei di Jakarta yakni AC Nielsen Media menunjukkan bahwa 21 persen dan 34 persen masing masing untuk Fashion Forward dan Constant Hedonist. Keduanya mewakili golongan yang cuek dan asal ikut alur yang ada. Ironisnya, alur pendidikan yang diikuti justru kehilangan arah. Mekanisme trial and error, bongkar pasang kurikulum, dan proses pendidikan yang gagal, adalah serangkaian lontaran yang muncul dari anggota masyarakat saat saya mengikuti Talkshow Generasi Muda dan Pendidikan yang digelar Suara Surabaya FM, Selasa (2/5) mulai pukul 21.00 WIB. Saya menangkap ada pesimisme, atau justru malah kebingungan. Dalam hal ini, ada dua hal yang menjadi kunci solusi yakni konsistensi, dan komitmen. Konsistensi dalam hal penerapan kurikulum dan kebijakan terkait lainnya. Harus ada pembicaraan antara pembuat kebijakan dengan penyelenggara industri atau pihak pemakai produk pendidikan yakni para lulusan, dalam penyusunan kurikulum. Dengan demikian dua dunia tersebut akan terhubungkan oleh jembatan bernama kurikulum pendidikan. Dua dunia tersebut tidak lagi menjadi menara gading di tempatnya. Komitmen dibutuhkan oleh semua pihak. Bahwa semua aspek turut bertanggung jawab pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Pun dalam hal ini generasi muda. Meminjam istilah sahabat saya, generasi muda tidak boleh terus-menerus memposisikan diri sebagai korban. Saatnya semua pihak bergerak di tempat dan di bidangnya masing-masing.Momentum Hari Pendidikan Nasional kali ini sudah diawali pemerintah yang menunjukkan itikad baiknya. Hal itu terkait dengan diluncurkannya tiga pilar rencana strategis pembangunan pendidikan yang dilansir oleh media massa. Pertama, peningkatan dan penguatan akses pendidikan. Kedua, peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan. Ketiga, , peningkatan tata kelola dan citra public pengelola pendidikan. (Sumber dari : Sunaryo hadi)

Thursday 10 November 2011

tugas

Soal QUIZ Mid Semester PBK TP Semester III Reguler 1. Buatlah satu buah blog diblogger dengan menggunakan email sama sebagaimana anda membuat blog sebelumnya serta percantiklah blog tersebut seperti : a. Mengganti template dengan tema astronomi, sosial, romantic, news, dan aksesories b. Membuat buku tamu di http://www.shoutmix.com c. Membuat Marquee. 2. Buatlah artikel yang berkaitan dengan tema blog anda.!! 3. Jelaskan beberapa istilah dibawah ini ; a. Apakah yang dimaksud dengan blog b. Virus Komputer dan Cara Penyebarannya c. Meta Tag d. Meta Tag Robots e. html/java script f. SEO 4. Jelaskan Sejarah Blog !! 5. Tuliaskan link 5 situs penghasil UANG selain dari google adsense. selamat mengerjakan....jika mengalami kesulitan hubungi admin blog di http://kungngayau.blogspot.com (buku tamu blog) dan dosen pembina tidak menerima konsultasi melalui telpon dan sms.terima kasih.