BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Semua
tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum. Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya.
Bagaimana
seseorang menatur kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda dan lain-lain. Termasuk dalam sistem hukum apa tindakan
tersebut?
Hukum terbagi menjadi 2, yaitu hukum
perdata dan hukum public. Dalam penulisan ini, saya akan mebahas mengenai hukum
perdata di Indonesia. Hukum perdata yang diatur oleh kita Undang-undang hukum
perdata (BW). Bagaimana hukum mengatur setiap kegiatan atau tindakan manusia.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti:
a.
Bagaimana sejarah hukum perdata?
b.
Bagaimana hukum perdata yang berlaku di Indonesia?
c. Bagaimana
pengertian hukum perdata di Indonesia?
d.
Bagaimana sistematika hukum perdata di Indonesia?
3.
Tujuan
Ø Untuk mengetahui sejarah singkat
hukum perdata
Ø Untuk mengetahui hukum perdata yang
berlaku di Indonesia
Ø Untuk mengetahui pengertian hukum
perdata di Indonesia
Ø Untuk mengetahui sistematika hukum
perdata di indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
SEJARAH
HUKUM PERDATA
A.
HUKUM
PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
(Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus
Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan
suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang
bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu
Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di
negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari
Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda.
Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu
pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas
konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum
Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal
100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut
ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha
pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia
[pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan
Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat
nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang
disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek
kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel
disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] –
Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan
hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal
1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian
selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru
terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah
kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa
dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW
adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis
ke dalam bahasa nasional Belanda.
B.
HUKUM
PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka
KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang
dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah
Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk
turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya
sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud
Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat
menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer
masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya
dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem
lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes.
Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka
KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda
dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku
Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia
sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.
C.
B.W./KUHPdt
SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk
golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S.
Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang
dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan
aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata
semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya
[diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang
tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka.
Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan
bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum
Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada
saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai
himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga
Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat
ditinggalkan.
D.
SURAT EDARAN
MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini
MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan
kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran
tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt.
antara lain pasal berikut :
1.
Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan
hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya.
Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2.
Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh
perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat
terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga
tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3.
Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta
notaris.
4.
Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik
barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan
memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa
menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5.
Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya
dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan
tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa
pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan
oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan
membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6.
Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa
suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas
tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan
tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan,
apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang
yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua
belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7.
Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang
Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian
perburuhan
E.
HUKUM
PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan
diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi
juga hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah
hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan
Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional
adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a.
Berasal dari hukum perdata Indonesia. Hukum perdata barat sebagian sesuai
dengan sistem nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan
sistem nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat diambil alih
dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat, juga
hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga
mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat
Indonesia. Dapat diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk
mengetahui hal ini tentunya dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui
Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978
Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang
GBHN, terutama pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa
pembinaan hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat .
Hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata
barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila, hukum perdata tertulis
buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b.
Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila. Hukum perdata nasional harus
didasarkan pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah konsepsi
tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat.
Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai Pancasila maka sistem nilai budaya
disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya demkian kuat meresap
dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai budaya lain
dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi sebagai sumber dan
pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku anggota masyarakat bangsa
Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah peraturan hukum perdata barat.
Hukum perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum
adat yang akan diambil sebagai bahan hukum perdata nasional bersumber,
berpedoman, apakah sudah sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila? Jika
jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang diuraikan tadi dijadikan
hukum perdata nasional.
c.
Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia. Hukum perdata nasional
harus produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat
Undang-Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945].
Dalam GBHN-pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional
diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata
nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam
bentuk kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional
harus produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang
Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d.
Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia. Hukum perdata nasional harus
berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa
memandang SARA. Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang
secara keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaitu Indonesia. Keberlakuan
hukum perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan unifikasi hukum
sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa politik hukum
kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah dikenal,
diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.
e. Berlaku Untuk
Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku bagi seluruh
wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah wilayah negara RI termasuk
perwakilan Indonesia di luar negeri. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk
semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan unifikasi hukum perdata
sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila terutama nilai dalam sila ke
tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai dengan GBHN mengenai pembinaan hukum
nasional.
2. HUKUM
PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Setelah
Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUH
Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan dengan UUD ini . BW Hindia Belanda disebut juga
kitab UU Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan.
Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan .
Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang ,
perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim.
Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban
hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh
hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
1. Ketentuan Undang-Undang. Berlakunya hukum perdata karena
ketentuan Undang-Undang artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum
dilaksanakan. Undang-Undang mengikat semua orang atau setiap orang wajib
mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak patuhi akan disebut sebagai pelanggaran.
Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa dan bersifat sukarela. Bersifat
memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik dengan berbuat atau
tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat misalnya :
a.
Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat & prosedur kawin supaya
memperoleh hak kehidupan suami isteri;
b.
Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris, supaya
memperoleh hak status hukum;
c.
Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar kerugian kepada yang
dirugikan.
d. Dalam jual beli
kewajiban pembeli membayar harga barang supaya memperoleh hak atas barang yang
dibeli
Pelaksanaan
kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :
a.
Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari seorang wanita dalam
waktu yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
b.
Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh dengan wanita/pria yang
bukan istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas status suami atau isteri
yang baik, jujur, tidak menyeleweng
c.
Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak cipta milik orang lain ,
sehingga berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak
yang bersangkutan apakah bersedia melaksanakan kewajiban tersebut atau tidak
[tidak ada paksaan], kewajiaban tersebut menyangkut kepentingan sendiri. Dalam
pelaksanaan kewajiban sukarela saksi hukum tidak berperan. Adapun kewajiban
hukum karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut ditetapakan oleh
undang – undang . Jadi Undang-Undang menciptakan hubungan hukum antara para
pihak. Hubungan mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak
pihak. Hubungan hukum dapat tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
a.
kejadian misalnya kelahiran, kematian;
b.
perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
c.
keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka timbul
hubungan hukum antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik adanya hak
dan kewajiban
2.
Perjanjian antar para pihak. Hukum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh
perjanjian. Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menetapkan
diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian
mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian harus sebagai Undang-Undang bagi
para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik
(pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak–pihak
yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal
balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa hukum yang
berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa, hutang piutang.
Ada 2 macam perjanjian yaitu :
1.
Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak
yang bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada 2 jenis :
Ø perjanjian
yang bersifat obligator artinya baru dalam taraf melahirkan kewajiban dan hak;
Ø perjanjian
yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya dalam taraf memindahkan hak
sebagai realisasi perjajian obligator.
2. Perjanjian
perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami isteri
secara bertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjian terletak dalam
bidang moral dan kesusilaan. Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal
balik lebih mantap maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara
tertulis di depan Notaris.
3. Keputusan Hakim. Hukum
perdata berlaku karena ditetapkan oleh hakim melalui putusan. Hal ini dapat
terjadi karena ada perbedaan dalam hukum perdata. Untuk menyelesaikannya dan
menetapkan siapa sebenarnya berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata,
maka hakim karena jabatanya memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim
bersifat memaksa artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat
memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri.
Jika masih tidak mematuhinya hakim dapat melaksanakan putusannya dengan paksa,
bila perlu dengan bantuan alat negara.
4. Akibat Berlakunya Hukum Perdata.
Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan
[prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya
yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan
hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu
pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu
kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak
memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan
menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf
diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi
apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak
lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah
wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan
sanksi hukum.
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada
awalnya berinduk pada kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa
Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailiatan.
Pada
tanggal 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten Van Oud Haarlem diangkat menjadi
ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Viotendan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanyaini diganti dengan MR. J. Schneither
dan Mr. A.J. Van Nes. Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal
30 April 1847 melalui Staatsblad No.23 dan berlaku Januari 1948.
3.
SUMBER-SUMBER
HUKUM PERDATA
1.
Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata adalah asal mula
hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata ditemukan . Asal mula
menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangan tempat menunjukan
kepada rumusan dimuat dan dapat dibaca .
2.
Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal nya hukum perdata
adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W
( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan
tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang – undang baru berdasarkan
UUD 1945. Sumber dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang – undang
berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya
termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar
aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti
pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber
dalam arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.
3.
Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat” adalah Lembaran Negara
atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan
Undang-Undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga
termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim .
Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah. Sumber
dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata
dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama
yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa
yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
4.
PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM DI
INDONESIA
Hukum
Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat.Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat
materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum
Privat materiil ini ada juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang
lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum
Privat materiil. Dan pengertian dari hukum
privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang memuat segala peraturan yang
mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya terkandung
hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale
balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang
lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata
yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian
sempit kadang-kadang hokum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia Mengenai
keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk,
yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat
bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku
bangsa.
2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang
pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan
bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan
timur asing (bangsa cina, india, arab)
Dan pasal 131 .I.S.
yang membedakan berlakunya hokum bagi golongan-golongan tersebut:
Ø Golongan Indonesi
asli berlaku hukum adat
Ø Golongan eropa
barlaku hokum perdata (BW) dan hokum dagang (WVK)
Ø Golongan timur
asing berlaku hokum masing-masing dengan catatan timur asing dan bumi putera
boleh tunduk pada hokum eropa barat secara keseluruhan atau untuk beberapa
macam tindakan hokum perdata.
Untuk memahami
keadaan hokum perata di Indonesia patutlah kita terlebih dahulu mengetahui
politik pemerintahan Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hokum di
Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda
terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische
Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum perdata
dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum
Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa
Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai
azas Konkordansi).
3. Untuk golongan bangsa
Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa
kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan
untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4. Orang Indonesi
Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu
peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada
hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
5. Sebelumnya hokum
untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan
tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman
tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU
Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal
1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
Ø Perjanjian kerja
perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang
dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
Ø Dan beberapa pasal
dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).
Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
Ø Ordonasi Perkawinan
bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
Ø Organisasi tentang
Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no
717).
Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
Ø UU Hak Pengarangan
(Auteurswet tahun 1912)
Ø Peraturan Umum
tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
Ø Ordonansi Woeker
(staatsblad 1938 no 523)
Ø Ordonansi tentang
pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
5.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI
INDONESIA
KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA
1.
Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi. Bidang hukum tertentu dapat dibuat
& dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat pula dalam bentuk
kodifikasi. Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum perdata, pidana,
dagang, acara perdata, acara pidana, tata negara. Apabila dibuat dan dihimpun
dalam bentuk Undang-Undang biasa, maka Undang-Undang yang telah diundangkan
dalam lembaran negara masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang terpisah
dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan demikian Undang-Undang yang
dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan pelaksananya.
Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu bundle
peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan
peraturan-perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan
perkawinan, himpunan peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk
kodifikasi, maka unsur-unsur yang perlu dipenuhi adalah :
Ø
meliputi bidang hukum tertentu
Ø
tersusun secara sistematis
Ø memuat
materi yang lengkap
Ø penerapannya
memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa
dikodifikasikan & sudah pernah terbentuk misalnya bidang hukum perdata
dagang, hukum pidana, hukum acara perdata dan acara pidana . Materi bidang
hukum yang dikodifikasikan tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan,
tidak tumpang tindih dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk &
pengertian khusus. Tidak ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan
pasal berikutnya. Memuat materi yang lengkap , artinya bidang hukum termuat
semuanya. Memberikan penyelesaian tuntas , artinya tidak lagi memerlukan
peratuaran pelaksana semua ketentuan langsung dapat diterapakan dan diikuti.
Kodifikasi berasal dari kata COPE [Perancis] artinya kitab Undang-Undang.
Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab
Undang-Undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh
kodifikasi ialah Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koophandel,Failissement
Verordening, Wetboek van Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi. Sistematika artinya susunan yang
teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur
dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi.
Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika
bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar
sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
Ø kitab
undang – undang tersusun atas buku – buku
Ø
tiap buku tersusun atas bab – bab
Ø
tiap bab tersusun atas bagian – bagian
Ø
tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
Ø
tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan
sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk
Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut
pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut :
I.
kelompok materi mengenai orang
II.
kelompok materi mengenai benda
III.
kelompok nateri mengenai perikatan
IV.
kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan
sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
I.
kelompok materi mengenai orang
II.
kelompok materi mengenai keluarga
III.
kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV.
kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila
sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I.
Buku I mengenai Orang
II.
Buku II mengenai Benda
III.
Buku II mengenai Perikatan
IV.
Buku IV mengenai Pembuktian
SISTEMATIKA KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika
KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan
ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya.
Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh
revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat
oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan
sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan
siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari
harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan
sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
I.
Buku I KUHPdt. memuat ketentuan
mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan
hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai
pendukung hak dan kewajiban.
II.
Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).
III.
Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda
dan perikatan.
IV. Buku IV KUHPdt.
memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum
memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk
materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).
Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya.
Salah satu
bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan
pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut
juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
Bahkan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859.
Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2,
yaitu sebagai berikut:
§ Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
§ Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
Sistematika Menurt Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan terdiri dari:
§ Hukum tentang orang/hukum
perorangan/badan pribadi (personen recht)
§ Hukum tentang keluarga/hukum
keluarga (Familie Recht)
§ Hukum tentang harta kekyaan/hukum
harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
§ Hukum waris/erfrecht
Sistematika hukum perdata menurut
kitab Undang-Undang hukum perdata
§ Buku I tentang orang/van personen
§ Buku II tentang benda/van zaken
§ Buku III tentang perikatan/van
verbintenisen
§ Buku IV tentang pembuktian dan
daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila
kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika
menurut KUHPerdata maka:
§ Hukum perorangan termasuk Buku I
§ Hukum keluarga termasuk Buku I
§ Hukum harta kekayaan termasuk buku
II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang
bersifat relative
Hukum
waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum
waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena
pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur
dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai
berikut :
“Hak milik atas sesuatu kebendaan
tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena
perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang
maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar
atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh
seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum perdata Belanda berdasarkan
hukum perdata perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus
Juris Civilis’ yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu prancis menguasai belanda (1806-1813). Kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun
sesudah kemerdekaan belanda dari perancis (1813).
Pada tahun 1814 belanda mulai
menyusun Kitab Undang-UndangHukum Perdata (sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp
kemper. Namun, sayangnya kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan
tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan belanda
tersebut terealisasi pada tanggal 6 juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi
yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober
1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
−
BW ( Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda)
−
Wvk (KItab Hukum Undang-Undang
Dagang)
Menurut terjemahan dari Code Civil
hasil jiplakan yang disalin dari bahasa perancis ke dalam bahasa nasional
Belanda.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia Mengenai
keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk,
yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat
bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku
bangsa.
2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang
pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan
bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan
timur asing (bangsa cina, india, arab)
DAFTAR
PUSTAKA
http://myblogrezafauzi.blogspot.com/2012/06/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia.html
https://nurrunjamaludin.wordpress.com/makalah-hukum/makalah-hukum-perdata/
http://faradillah-lamira.blogspot.co.id/2013/03/hukum-perdata.html
No comments:
Post a Comment